Throwback 2016

Ivan Nashara
5 min readApr 20, 2021

5 tahun yang lalu saya “menikah” dengan dengan istri pertama saya. Sebelumnya selama setahun lebih saya hanya sibuk bergonta-ganti pasangan (paling lama hanya 8 bulan). Tapi setelah bertemu dia saya tau saya jatuh cinta pada hirupan napas pertama. Namanya adalah eFishery.

Kalau tidak salah post Facebook pertama saya yang terkait dengan eFishery

Pacar saya terakhir sebelum eFishery adalah sebuah startup yang CEO-nya dari Jepang. 8 bulan yang saya jalani memang cukup berkesan hingga perpisahan agak berat rasanya. Tapi saya memang sudah lama memandang-mandang rumput tetangga eFishery ini sejak September 2015, kurang lebih 5 bulan sebelum meminang eFishery.

Tulisan sok roman khas anak muda kecrekan

Saya memang gerah dengan ibukota. Meskipun Gojek waktu itu promo 15 ribu kemana aja maksimal 25 km, tapi rasanya tetep capek. Ada yang salah rasanya dengan masih ada di ibukota mengingat apa yang dididikkan ke saya semasa kuliah mulai dari berbagai teori di kelas hingga pengalaman-pengalaman empatik menikmati kemiskinan di kota dan di desa. Jadi saya memang sayang sama startup saya waktu itu, tapi kita beda jalan, beda agama.

Waktu pertama dengar eFishery saya iri. Sejak 2013 saya sudah coba-coba gabung dengan bisnis dan komunitas yang ke-rural-ruralan mulai dari bikin ecommerce produk desa lah, komunitas koperasi lah, sampai sekolah tani. Tapi itu di Jogja yang nggak ngangkat, nggak scale apa-apanya. Cita-cita itu saya kubur 2 tahun hingga akhirnya eFishery ini naik daun. Saya terharu, anak ITB lebih konkrit.

Lebih tertarik lagi waktu saya baca berita soal eFishery. Saya lupa dimana, tapi saya ingat sekali foto di bawah ini yang saya lihat. Muka mas-mas ini yang bikin saya kepincut. Saya biasa di lingkungan startup dimana saya bertemu founder-founder fancy dari kelas menengah atas dansa densi yang beda parfum dengan saya. Melihat foto mas-mas seperti ini saya yakin. Yakin kita sama-sama sobat misqueen.

Akhirnya tahun 2015 paruh akhir saya kirim email ke eFishery. Random saja, sok akrab. Saya pede-pede aja karena kebayang ah paling yang nerima mas-mas model gitu aja. Dengan tanpa terkejut, eh, terkejut ding, tiba-tiba email saya dibalas. Tentu saja email yang saya dapat mengandung sepik sepik khas si CEO yang sekarang sudah melegenda (ya nggak Dil).

Perkenalan email berlanjut ke beberapa diskusi via telfon dan case study. Saya diekspektasikan bergabung di Desember 2015 waktu itu. Tapi saya ragu, saya masih sayang dengan yang lama. Akhirnya saya putuskan ke Bandung naik bis untuk menguji niat. Ini lah momen dimana saya jatuh cinta pada napas pertama.

Turun dari bis saya ngidam Bakso Akung yang pernah saya cicipi beberapa waktu silam. Sayangnya warungnya tutup di hari Jumat dan saya langsung cari rumah ibadah terdekat. Saya tidak tau nama jalannya, tapi saya ingat sekali rasanya berjalan di antara pohon rindang dan bersua dengan masjidnya Muhammadiyah. Pengalaman berjalan itu begitu turun angkot, rasa-rasa ketika menghirup udara Bandung yang dingin, dan bertemu masyarakat yang lebih ayem, di situ saya tau ini lingkungan hidup yang saya mau.

Singkat cerita, akhirnya saya bergabung di 1 Februari 2016. Dari mengawali kerja di Jakarta di lantai 10–11 di Sentra Senayan yang ada perosotannya, kini saya kembali ke rumah kecil 100 meteran di komplek pinggir kota yang sama seperti waktu saya di Jogja. Tidur di kantor lagi, keliling kota dengan romantic feeling lagi, dan ke desa-desaan lagi. Saya bangga saya bisa memilih hidup pilihan saya.

Kantor eFishery yang pompanya ngerepotin, pas lagi pup

Begitulah bagaimana saya memulai hubungan dengan istri pertama ini. Tidak semua indah, banyak sedihnya juga. Namanya hubungan begitu kan. Kita perlu waktu hingga benar-benar tau sebenarnya hubungan yang terbaik bagi kita itu seperti apa. Biar sayang dan perhatian kita pas proporsinya. Yang penting hati kita penuh, dan yang bersama kita dapat versi terbaik dari diri kita.

Akan ada yang bilang lucu sekali ketika kok saya kerja di satu tempat 5 tahun. Ada yang bilang terbaik itu maksimal 2–3 tahun lah, dan lain sebagainya. Lebih baik untuk bangun porto, untuk growth, katanya.

Tapi bagi saya sedikit rahasianya begini. Meskipun hubungan ini sejatinya tanpa status, saya menganggap diri saya sendiri seakan founder di sini. Visi saya sama, dan titik saya memulai karir saya di sini juga cukup jauh untuk banyak memberikan kontribusi kecil pada berbagai fondasi perusahaan. Saya nggak tertarik dengan metric-metric kecil bulanan, rilis A, rilis B. Tapi saya peduli untuk terus relevan dan menjaga perusahaan ini tetap hidup dari milestone-milestone-nya. Saya tertarik sampai ini jadi besar, sampai benar raksasa, dan luas sekali dampaknya.

Sejak awal saya di sini bukan untuk karir. Tapi saya mau lihat teknologi mengubah moda produksi. Menyaksikan sendiri dari pusatnya bagaimana perubahan sosial terjadi karena teknologi dan bagaimana mengatur arahnya hingga transformasinya akan menuju ke arah yang menyejahterakan, membahagiakan, kalau bisa.

Karir? Growth? Materi? Semua ada porsinya.

Wkwk, naif.

Saya yakin saya nggak butuh status untuk sayang. Ada waktunya pasti ingin sesuatu yang lebih. Tapi kalau ingat hidup ini ya untuk hidup, apa yang kita punya pasti selalu cukup indah. Termasuk perasaan, kecil ataupun besar, berbalas maupun tanpa balasan. Nanti saat waktunya berpisah, kenangan yang manis nggak akan hilang, jadi puzzle hidup yang mendefinisikan siapa kita di masa depan nanti.

I love you.

“We didn’t realize we were making memories, we just knew we were having fun.” — Winnie The Pooh

Berikut sedikit skrinshot nostalgia:

Tonton videonya yang lumayan konyol. Sekarang semua orang di video itu yang non-founder sudah tidak ada, tinggal saya, yang pegang kamera. https://www.facebook.com/ivan.nashara/posts/10209580804221653
Ternyata sejak 2016 saya sudah berpikir soal produk-produkan ini. Tapi baru jadi product manager per 2018.

--

--